Penyembahan bukan sekedar aktivitas dan rutinitas belaka, sebab jika demikian, maka penyembahan hanyalah serangkaian kegiatan atau tindakan yang hambar dan tidak berjiwa. Penyembahan terkait dengan hati kita dan hati TUHAN. Rasanya hampir tidak mungkin terjadi penyembahan tanpa melibatkan hati. Terkait dengan hati dan penyembahan, ada tiga hal yang patut menjadi perenungan kita, yakni:
1. Penyembahan Adalah Buah Dari Hati Yang Tertaut Dengan TUHAN.
Worship is relationship. Penyembahan adalah hubungan. Dalam sebuah hubungan diperlukan dua hati yang tertaut. Dalam kitab Kidung Agung kita akan banyak menemukan puji-pujian dari mempelai laki-laki kepada mempelai perempuan dan sebaliknya, karena hati mereka saling terpaut. Penyembahan adalah hubungan pribadi yang dalam antara kita dengan Tuhan. Dalam hubungan tersebut, ada interaksi, percakapan, pengabdian, dan pertumbuhan spiritual yang terjadi. Karenanya, kita dipanggil untuk hidup dalam kesadaran yang terus-menerus akan kehadiran Tuhan dalam hidup kita, dan untuk menumbuhkan hubungan yang lebih dalam, intim, dan berkelanjutan dengan-Nya melalui doa, pujian, penyembahan, membaca Firman, dan hidup sesuai dengan kehendak-Nya.
“Sungguh, hatinya melekat kepada-Ku,…(Mazmur 91:14)
“Seperti dengan lemak dan sumsum jiwaku dikenyangkan, dan dengan bibir yang bersorak-sorai mulutku memuji-muji. Apabila aku ingat kepada-Mu di tempat tidurku, merenungkan Engkau sepanjang kawal malam, -sungguh Engkau telah menjadi pertolonganku, dan dalam naungan sayap-Mu aku bersorak-sorai. Jiwaku melekat kepada-Mu, tangan kanan-Mu menopang aku.” (Mazmur 63:6-9).
2. Penyembahan Selalu Mendorong Kita Untuk Senantiasa Menyenangkan Hati TUHAN.
Karena penyembahan adalah dua pribadi yang saling tertaut, sebagaimana dua pribadi yang saling mengasihi pasti akan selalu berupaya untuk menyenangkan hati yang dikasihinya, demikian juga kita dengan TUHAN. Melalui penyembahan, kita senantiasa berupaya untuk menyenangkan hati TUHAN, sebagaimana tertulis antara lain dalam ayat berikut ini:
“Maka persembahan Yehuda dan Yerusalem akan menyenangkan hati TUHAN seperti pada hari-hari dahulu kala dan seperti tahun-tahun yang sudah-sudah.” (Maleakhi 3:4)
“Sebab itu juga kami berusaha, baik kami diam di dalam tubuh ini, maupun kami diam di luarnya, supaya kami berkenan kepada-Nya.” (2 Kor.5:9). Dalam terjemahan berbahasa Inggris (CEV) ayat tersebut dituliskan, “But whether we are at home with the Lord or away from him, we still try our best to please him.” (CEV). Frasa “berusaha…supaya berkenan kepada-Nya” diterjemahkan “berusaha melakukan yang terbaik untuk menyenangkan Dia”.
3. Penyembahan Yang Tulus Lahir Dari Hati Yang Tulus Mengasihi TUHAN.
Penyembahan harus lahir dari hati, namun bukan dari hati yang kecewa, hati yang terkontaminasi dengan perasaan yang campur aduk, melainkan hati yang tulus mengasihi TUHAN. Hanya mereka yang tulus mengasihi TUHAN yang dapat memberikan penyembahan yang tulus.
“Maka Maria mengambil setengah kati minyak narwastu murni yang mahal harganya, lalu meminyaki kaki Yesus dan menyekanya dengan rambutnya; dan bau minyak semerbak di seluruh rumah itu.” (Yohanes 12:3).
Maria adalah salah satu contoh pribadi yang tulus mengasihi TUHAN. Apa yang dilakukan Maria karena dorongan kasih yang tulus itu sungguh sangat luar biasa. Maria memberikan persembahan yang sangat berharga, yakni: narwastu murni yang mahal harganya serta menyeka kaki Yesus dengan rambutnya yang adalah mahkota bagi seorang perempuan, Namun Maria tidak ragu untuk melakukannya karena kasihnya yang tulus mengasihi Tuhan Yesus. Amin. (DL)
source: hmministry.id