“Ingatlah dan kuduskanlah hari Sabat: enam hari lamanya engkau akan bekerja dan melakukan segala pekerjaanmu, tetapi hari ketujuh adalah hari Sabat Tuhan, Allahmu; maka jangan melakukan sesuatu pekerjaan, engkau atau anakmu laki-laki, atau anakmu perempuan, atau hambamu laki-laki, atau hambamu perempuan, atau hewanmu atau orang asing yang di tempat kediamanmu. Sebab enam hari lamanya Tuhan menjadikan langit dan bumi, laut dan segala isinya, dan Ia berhenti pada hari ketujuh; itulah sebabnya Tuhan memberkati hari Sabat dan menguduskannya.” Keluaran 20:8-11
Bangsa Israel diperintahkan Tuhan untuk menguduskan hari sabat. Tetapi apakah makna sesungguhnya dari hari sabat ini? Apakah maknanya sekedar suatu aturan agamawi; berhenti dari segala kesibukan, tidak boleh ini dan itu, dsb nya?
Tentu bukan.
Ibrani 4:1-11 dengan jelas menggambarkan makna sesungguhnya daripada hari sabat. Hari sabat adalah gambaran dari tempat perhentian/surga, di mana Allah tinggal di tengah-tengah umat-Nya, bergaul dengan kita siang dan malam tanpa batas. Di sana tidak ada lagi sakit penyakit, tangisan dsbnya. Bahkan matahari dan bulanpun tidak lagi diperlukan di sana, karena kemuliaan Allah meneranginya dan Anak Domba itu adalah lampunya (Wahyu 21:22-23).
Ketika TUHAN Allah menciptakan langit dan bumi (Kejadian 1), Ia menciptakan langit dan bumi dan segala isinya selama 6 hari, dan pada hari ke-7 Ia beristirahat. Ketika Ia menetapkan hari-hari raya kepada bangsa Yahudi, Ia juga menetapkan 7 hari raya kepada mereka. Hari raya yang ke-7 adalah hari raya pondok daun. Orang Israel asli diperintahkan TUHAN untuk membuat pondok-pondok beratapkan daun untuk mengingatkan mereka pada pemeliharaan TUHAN selama 40 tahun di padang gurun. Mereka diperintahkan TUHAN untuk mengambil buah-buah dari pohon-pohon yang elok, pelepah-pelepah pohon-pohon korma, ranting-ranting dari pohon-pohon yang rimbun dan dari pohon-pohon gandarusa dan mereka harus bersukaria di hadapan TUHAN tujuh hari lamanya, tidak boleh ada tangisan/dukacita, hanya ada sukacita (Imamat 23:40). Hari raya ini juga dikenal sebagai hari raya bangsa-bangsa; karena TUHAN berfirman kepada nabi Zakharia, bahwa tiap-tiap tahun pada hari raya pondok daun, bangsa-bangsa yang ada di muka bumi harus datang menghadap TUHAN di Sion (Zakharia 14:16-19). Dengan kata lain hari raya pondok daun ini sesungguhnya adalah gambaran dari pada 1000 tahun damai Yesus memerintah sebagai Raja di bumi.
“Kemudian dari pada itu aku melihat: sesungguhnya, suatu kumpulan besar orang banyak yang tidak dapat terhitung banyaknya, dari segala bangsa dan suku dan kaum dan bahasa, berdiri di hadapan takhta dan di hadapan Anak Domba, memakai jubah putih dan memegang daun-daun palem di tangan mereka. Dan dengan suara nyaring mereka berseru:
“Keselamatan bagi Allah kami yang duduk di atas takhta dan bagi Anak Domba!”
(Wahyu 7:9-10).
Satu hal yang menarik di sini adalah orang-orang yang ada di sorga ini, mereka memegang daun-daun palem di tangan mereka. Mereka memegang daun-daunan pepohonan seperti yang diperintahkan TUHAN kepada bangsa Israel saat mereka merayakan hari raya pondok daun (mereka memegang Lulav). Lulav ini berbicara tentang kasih karunia/anugerah. Jadi hanya orang-orang yang hidupnya berpegang pada kasih anugerah Tuhan yaitu orang-orang yang percaya kepada Tuhan Yesus, hidup mengandalkan TUHAN, takut akan Tuhan, mentaati perintah-perintah-Nya (Gandol Gusti), dialah yang akan masuk dalam kerajaan Allah.
Matius 5:3 “Berbahagialah orang yang miskin di hadapan Allah, karena merekalah yang empunya Kerajaan Sorga.
Inilah makna sesungguhnya dari SABAT. (HW)
source: hmministry.id